News Ticker

image slider by WOWSlider.com v9.0

The Child was Born


Saat itu, cuaca sedang mendung. Di hari yang indah ini, aku bersama keluargaku ingin menyantap masakan yang super lezat yang telah dibuat oleh istriku tercinta. Sup Asparagus kesukaan saya. Makanan yang pas dengan suasana yang pas.

Sampai pada minggu selanjutnya, saya mengantarkan istriku yang sedang mengandung anak kedua kami yang berusia 3 bulan untuk check-up di dokter langganan kami. Namun, bukan berita baik yang kami dapatkan, melainkan kabar buruk. Dan itu sangat membuat saya dan sekeluarga cukup shock; terutama istri saya.

Detak jantung janin yang ada di dalam rahim istri saya tidak terdengar. Selain itu, perkembangannya tidak normal. Dokter menyuruh kami untuk check-up kembali minggu depan. Kata dokter, kemungkinan besar anak ini akan meninggal dunia atau gugur. Atau, juga ada kemungkinan untuk anak ini bisa hidup, tapi mustahil untuk bisa lahir dengan normal; tapi masih ada kemungkinan untuk bisa lahir normal.

Istri saya shock. Saya berusaha untuk menguatkan istri saya dengan mengatakan bahwa semuanya akan baik-baik saja. Saya berdoa kepada Tuhan,

"Ya Tuhan, biarlah kehendakMu saja yang jadi, jangan kehendakku." 

Tujuh hari penuh haru, waktu yang dinantikan pun datang. Saya membawa istri saya untuk check-up kembali dan hasilnya cukup membuat saya terkejut.

Janin yang ada di rahim itu tumbuh dengan normal. Detak jantungnya terdengar keras. Perkembangannya sangat pesat. Mata saya berkaca-kaca, terlebih istri saya. Istri saya menangis bahagia melihat keajaiban terjadi. Tuhan masih sayang dengan kami. Tuhan begitu baik bagi kami. Dokter mengatakan, anak ini dapat berkembang dan lahir dengan normal. Puji Tuhan!

Setelah itu, kami lanjutkan perjalanan kami selama 6 bulan. Tepat 19 Oktober 2008, istri saya melahirkan. Kami sangat senang, bayi hasil Tangan Ajaib Tuhan ini lahir dengan selamat. Namun, yang membuat saya sedih adalah istri saya yang harus mengalami koma setelah proses kelahiran. Istri saya koma selama 4 hari. Saat istri saya setengah sadar, istri saya mengatakan satu hal kepada saya,

"Aku melihat anak kita menari bagiNya, anak kita berseru-seru akan keajaibanNya."

Saya meng-amin-kan perkataan istri saya. Sepuluh menit setelah ia mengatakan hal itu, istri saya koma kembali. Detak jantungnya kadang naik, kadang turun. Pendarahan terus terjadi. Besok lusanya, istri saya kembali ke kediamannya yang kekal. Saya sangat-amat-terpukul.
Saya harus memikul beban untuk mendidik 2 anak sendirian. Belum lagi masalah cicilan rumah dan biaya-biaya yang lainnya. Saya merasakan bahwa Tuhan tidak lagi bersama saya. Tuhan tidak lagi menyayangi saya. Saya langsung intropeksi diri saya, kesalahan apa yang saya pernah lakukan pada Tuhan. Namun, saya tidak mengingat satu hal pun saat itu. Saya hanya bisa berdoa kepada Tuhan,

"Ya Tuhan, saat ini aku sangat membutuhkanMu. Di mana kah Kau, Tuhan?"

Saya tidak mendapatkan jawaban apapun. Aku merasakan bahwa Tuhan sudah sangat-sangat-sangat-amat jauh dariku. Aku menyatakan bahwa Tuhan tidak lagi mendengarkanku. Aku memutuskan untuk tidak akan pernah ke Gereja lagi sejak saat itu; dan memang benar, 6 tahun saya tidak pernah memijakkan kaki saya di lantai Gereja itu.

Saat itu anak kedua saya sudah menginjak 5 tahun. Saya melihat ada sesuatu yang janggal yang dilakukan oleh anak saya. Anak saya tidak merespons jika dipanggil, dia selalu ingin memegang barang orang lain seperti jam tangan atau yang lain, dan dia terlihat sangat aktif. Saya hanya berusaha membuat pikiran saya positif, dan mengira memang itu wajarnya. Namun, semakin hari, perilaku anak saya semakin menjadi. Saya membawa anak saya kepada dokter spesialis psikologi anak, dan anak saya segera diperiksa. Saya terkejut, tertekan, dan sedih. Dokter menyatakan bahwa anak saya mengalami gangguan autis. Saya tidak menerima keadaan anak kedua saya ini. Saya tidak mengerti apa yang harus saya lakukan. Saya benar-benar kehilangan arah.

Setiap hari saya harus mengantarkan anak kedua saya untuk mendapatkan terapi dari ahlinya. Satu tahun berjalan, tidak ada yang berubah dari diri anak saya. Saya semakin sangat tertekan. Sampai-sampai, anak pertama saya selalu menguatkan saya dan selalu mengajak saya untuk pergi ke Gereja kembali; namun saya selalu menolaknya. Saya beralasan berdoa di rumah saja sudah cukup. Padahal, saya tidak pernah berdoa sedetik pun pada Tuhan.

Saya ingat betul, pada Selasa, 23 Desember 2014, anak pertama saya merengek pada saya untuk dapat menghadiri satu ibadah Natal yang diadakan oleh sebuah Gereja. Karena kasihan, saya mengabulkan permohonannya.

Kamis, 25 Desember 2014, saya dan kedua anak saya pergi ke sebuah Gereja dan mengikuti ibadah Natal di sana. Saya hanya diam saja saat pujian dan penyembahan dilantunkan. Saya benar-benar tidak ada rasa apapun saat itu. Namun, anak kedua saya menari-nari sambil berteriak-berteriak waktu pujian dinyanyikan. Saya spontan mendiamkan anak kedua saya dengan menutup mulutnya kencang-kencang. Tapi anak saya tetap memberontak, bahkan tangan saya digigit olehnya. Saya kewalahan dan memutuskan untuk membawa anak kedua saya ke luar. Namun anak saya tetap memaksa dan memberontak. Anak saya ingin masuk kembali ke ruang ibadah itu. Saya berusaha menahannya, namun usaha saya gagal lagi, anak saya kembali masuk ke ruang ibadah itu, dan kembali menari-nari dan berteriak-teriak.

Pada saat saya mengejar anak saya kembali, saya tiba-tiba teringat akan satu hal. Saya langsung berhenti dan terdiam sejenak. Saya ingat-ingat, dan saya teringat. Saya teringat akan kata-kata istri saya yang menyatakan,

"Aku melihat anak kita menari bagiNya, anak kita berseru-seru akan keajaibanNya."

Saya tertegun. Sangat tertegun. Saya menyadari bahwa anak saya sedang memuji kebesaranNya dengan caranya. Saya segera menuju kembali ke ruang ibadah, dan mengikuti kembali ibadah yang berlangsung. Untungnya, waktu penyembahan dan Firman disampaikan, anak kedua saya bisa tenang dan diam.

Saat itu, khotbah yang disampaikan adalah tentang kasih Bapa. Saya menahan haru saat itu. Saya menyesal telah memilih pilihan yang salah dalam kehidupan saya. Saya menyesal bahwa saya telah melewatkan kasih Tuhan selama 6 tahun ini. Dan, pada saat sesi saling mendoakan, saya diubahkan olehNya, Sang Tangan Ajaib itu. Saya bisa lebih menerima apa yang menjadi keadaan anak kedua saya. Saya bisa lebih bersabar dan karakter saya diubah olehNya. Dan tak luput juga, anak kedua saya semakin hari semakin dipulihkan olehNya. Dan, di ulang tahunnya yang ke-7 tanggal 19 Oktober 2015, anak saya normal, normal seperti anak yang lain! Selain itu, tagihan-tagihan hutang saya bisa tertutup oleh uang transfer yang cukup besar ke rekening bank saya. Saya tidak tahu siapa yang mengirimkannya, namun saya percaya bahwa ini pertolongan dari Tuhan. Sejak saat itu, saya memutuskan untuk rutin kembali beribadah di Gereja bersama kedua anak saya, bahkan saya telah melayani di salah satu bidang pelayanan di Gereja.

Saya sangat bersyukur kepadaNya. Meskipun saya tidak setia, Dia tetap setia. Bahkan saat saya berbalik kepadaNya, Dia menerima saya apa adanya. Dia mengubahku, Dia mengubah anakku, Dia mengubah keadaan finansial saya. Saya sungguh merasakan kasih Bapa akan dunia ini, sehingga PutraNya yang tunggal Ia utus ke dunia. Dan, kasih yang sama itu melingkupiku sekarang. Sungguh, Allah yang penuh kasih!

- - -

Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal. - Yohanes 3:16

Komen dong h3h3h3h3

4 Komentar

*Dengan ngasih komentar, artinya kamu setuju sama peraturan (TOS) blog ini loh ya :D.