Baca part 1-nya di sini.
Mereka membicarakan tentang kecurigaannya terhadap seseorang akan kejadian malam itu. Aku ya masa bodo aja. Yang penting dia selamat dan tak terganggu oleh mereka yang jahat itu. Satu alasanku, karena aku sayang dia.
Setelah itu aku bergegas mengambil sepiring nasi dan semangkok sup ayam super lezat buatan teman-temanku perempuan yang memang ditugaskan untuk memasak di pagi hari. Aku sengaja mengambil tempat duduk dekat mereka yang jahat, mungkin mereka membicarakan tentang niat-niat jahat selanjutnya. Aku bergegas duduk, dan segera makan. Sambil makan, aku mendengarkan semua pembicaraan mereka dan dugaanku benar. Mereka merencanakan kalau saat pulang perkemahan ini mereka akan menjahili si dia sampai tertinggal di perkemahan. Bagaimanapun caranya.
Aku berfikir, setelah sarapan ini outbond, setelah outbond ini kembali pulang. Berarti sebentar lagi mereka akan melancarkan aksi mereka. Aku harus tetap bersama si dia, bagaimanapun caranya.
"Dor! Hayo kenapa kok ngelamun?"
Aku terkejut karena teman baikku Febrian telah mengagetkanku. Dia adalah seseorang yang ceria, lucu, dan penjaga rahasia yang baik. Aku menceritakan semuanya kepadanya dan aku menawari dia untuk membantu aku. Dia menyetujui dan dia dengan rela membantuku dengan apa saja yang ia bisa. Aku sangat senang dan bersyukur punya sahabat seperti Febrian, atau sering aku panggil dia dengan nama "Febri".
Setelah aku selesai sarapan, aku meletakkan piring dan mangkokku ke tempat piring-piring kotor. Habis itu aku coba mendekati si dia yang duduk di sebelah sana dan menyendiri. Dia hanya tersenyum-senyum kecil saat aku mengajak dia bicara. Ya, begitulah. Aku akan terus berusaha sampai si dia mau menerima aku.
Saat outbond, aku sengaja melarikan diri untuk mengawasi si dia dari mereka yang jahat. Sebenernya sih aku agak takut dengan kakak-kakak pembina sih. Kalo aku sampe ketahuan, matilah aku. Bisa-bisa aku dihukum di depan teman-teman satu sekolah. Malu lah aku.
Tapi untungnya ga ketahuan~
Setelah itu aku bergegas menuju tempat tidurku dan bersiap diri untuk pulang. Ada salah satu temanku yang bertanya,
"Loh, tadi kamu ke mana? Aku kok ga liat?"
"Mungkin memang kebetulan aja kamu ga liat aku."
Aku bersiap-siap, mengemasi semua barangku, dan aku bergegas menyelundup ke tempat di mana anak-anak perempuan di sana. Aku menuju ke sana, dan mengejutkan. Aku tidak menemukan si dia. Aku hanya menemukan mereka yang jahat. Pikirku, di mana si dia itu?
Aku mencari-cari si dia, tetapi hasilnya nol. Aku tidak menemukan si dia. Aku pun berfikiran untuk keluar dari tempat perkemahan itu untuk mencari dia. Ya, meskipun dengan resiko aku tersesat. Tapi, aku harus menemukan si dia! Secepatnya!
Aku pun keluar dengan sembunyi-sembunyi, mencarinya di sekitar hutan, dan aku menemukannya di belakang pohon yang besar dan dia sedang menangis. Aku pun bertanya mengapa dia menangis. Dia menjawab kalau dia selalu dikucilkan dan dipojokkan. Aku hanya menceritakan bagaimana keadaanku sekarang yang hampir sama dengan dia.
"Gini, aku juga orangnya banyak dibenci sama orang-orang. Banyak yang menuduhku melakukan yang aneh-aneh. Tapi, aku percaya. Suatu saat waktu yang akan membuktikan. Percayalah."
Diapun berhenti menangis, dan sejak saat itu aku dan si dia akrab. Ya, walaupun hanya sebatas teman.
Setelah itu aku membawanya kemlai menuju ke tempat perkemahan dan aku tetap mengawasinya dari jauh, nanti kalau terjadi apa-apa gimana? Ternyata persembunyianku diketahui oleh Febrian.
"Loh, hayo... ngapain ngintip-ngintip di tempatnya perempuan..."
"Ssssttttt... masa kamu lupa sih yang tadi aku omongin? Aku lagi mantau si dia!"
"Oh ya, ya. Hehe, sorry aku lupa. Sini, aku bisa bantu apa?"
"Hmm... kamu bantu apa ya enaknya? Kamu bantu aku ngawasin dari sana, kalo mereka buat perkara, kamu bantu aku eksekusi si dia, oke?"
"Oke bro."
Febri cepat-cepat menuju ke arah sana untuk membantu mengawasiku. Sialnya, persembunyian Febri diketahui oleh pembina. Otomatis persembunyianku juga terbongkar. Untungnya sih aku sama si Febri ga dihukum. Selamat.
Tak lama kemudian aku mendengar jeritan si dia dari kejauhan. Tanpa berlama-lama aku menarik tangan si Febri dan segera mencari si dia. Aku menuju ke tempatnya para anak-anak perempuan, tapi aku tidak menemukannya. Si dia menjerit untuk kedua kalinya, aku tambah kebingungan. Aku mencari ke toilet, aku tidak menemukan si dia. Aku bergegas menuju ke ruang makan dan aku mendapati si dia berada di toilet yang berada di ruang makan itu. Aku menemukan si dia diikat di WC dengan mulut di lakban. Mungkin aku terlalu lama sampai mulutnya sudah di lakban. Aku melepaskan lakban dari mulutnya, dan aku beserta Febri berusaha melepaskan tali yang menjerat si dia. Sial! Talinya diikat mati! Untung sih, Febri bisa membuka talinya. Aku hanya bertanya pada Febri,
"Wih, keren. Berguru dari mana bro?"
"Kamu lupa ya? Aku kan anak pramuka."
"Oh ya, ya."
Aku, Febri, dan si dia hampir ketinggalan bus karena kejadian itu. Mereka yang jahat itu dengan sinis memandang kita bertiga. Mereka menaruh rasa benci kepada aku dan Febri dan sepertinya mereka merencanakan rencana buruk kepada kita berdua. Aku hanya mengatakan kepada Febri untuk berhati-hati.
Sampai di sekolah, aku menemukan mereka si jahat bergerombol melihatkan aku dan Febri dengan sinis. Entah, mungkin matanya kelilipan. Namun entah kenapa aku masih manaruh rasa curiga sama mereka. Benar rasa curigaku, temanku yang bernama Yuni memberitahukanku tentang rencana-rencana jahat mereka ke depan kepadaku.
Mau tahu kelanjutannya? Buka kembali michaeldavidj.blogspot.com pada hari Sabtu, 6 Agustus pukul 7 malam. See you!
Tapi untungnya ga ketahuan~
Setelah itu aku bergegas menuju tempat tidurku dan bersiap diri untuk pulang. Ada salah satu temanku yang bertanya,
"Loh, tadi kamu ke mana? Aku kok ga liat?"
"Mungkin memang kebetulan aja kamu ga liat aku."
Aku bersiap-siap, mengemasi semua barangku, dan aku bergegas menyelundup ke tempat di mana anak-anak perempuan di sana. Aku menuju ke sana, dan mengejutkan. Aku tidak menemukan si dia. Aku hanya menemukan mereka yang jahat. Pikirku, di mana si dia itu?
Aku mencari-cari si dia, tetapi hasilnya nol. Aku tidak menemukan si dia. Aku pun berfikiran untuk keluar dari tempat perkemahan itu untuk mencari dia. Ya, meskipun dengan resiko aku tersesat. Tapi, aku harus menemukan si dia! Secepatnya!
Aku pun keluar dengan sembunyi-sembunyi, mencarinya di sekitar hutan, dan aku menemukannya di belakang pohon yang besar dan dia sedang menangis. Aku pun bertanya mengapa dia menangis. Dia menjawab kalau dia selalu dikucilkan dan dipojokkan. Aku hanya menceritakan bagaimana keadaanku sekarang yang hampir sama dengan dia.
"Gini, aku juga orangnya banyak dibenci sama orang-orang. Banyak yang menuduhku melakukan yang aneh-aneh. Tapi, aku percaya. Suatu saat waktu yang akan membuktikan. Percayalah."
Diapun berhenti menangis, dan sejak saat itu aku dan si dia akrab. Ya, walaupun hanya sebatas teman.
Setelah itu aku membawanya kemlai menuju ke tempat perkemahan dan aku tetap mengawasinya dari jauh, nanti kalau terjadi apa-apa gimana? Ternyata persembunyianku diketahui oleh Febrian.
"Loh, hayo... ngapain ngintip-ngintip di tempatnya perempuan..."
"Ssssttttt... masa kamu lupa sih yang tadi aku omongin? Aku lagi mantau si dia!"
"Oh ya, ya. Hehe, sorry aku lupa. Sini, aku bisa bantu apa?"
"Hmm... kamu bantu apa ya enaknya? Kamu bantu aku ngawasin dari sana, kalo mereka buat perkara, kamu bantu aku eksekusi si dia, oke?"
"Oke bro."
Febri cepat-cepat menuju ke arah sana untuk membantu mengawasiku. Sialnya, persembunyian Febri diketahui oleh pembina. Otomatis persembunyianku juga terbongkar. Untungnya sih aku sama si Febri ga dihukum. Selamat.
Tak lama kemudian aku mendengar jeritan si dia dari kejauhan. Tanpa berlama-lama aku menarik tangan si Febri dan segera mencari si dia. Aku menuju ke tempatnya para anak-anak perempuan, tapi aku tidak menemukannya. Si dia menjerit untuk kedua kalinya, aku tambah kebingungan. Aku mencari ke toilet, aku tidak menemukan si dia. Aku bergegas menuju ke ruang makan dan aku mendapati si dia berada di toilet yang berada di ruang makan itu. Aku menemukan si dia diikat di WC dengan mulut di lakban. Mungkin aku terlalu lama sampai mulutnya sudah di lakban. Aku melepaskan lakban dari mulutnya, dan aku beserta Febri berusaha melepaskan tali yang menjerat si dia. Sial! Talinya diikat mati! Untung sih, Febri bisa membuka talinya. Aku hanya bertanya pada Febri,
"Wih, keren. Berguru dari mana bro?"
"Kamu lupa ya? Aku kan anak pramuka."
"Oh ya, ya."
Aku, Febri, dan si dia hampir ketinggalan bus karena kejadian itu. Mereka yang jahat itu dengan sinis memandang kita bertiga. Mereka menaruh rasa benci kepada aku dan Febri dan sepertinya mereka merencanakan rencana buruk kepada kita berdua. Aku hanya mengatakan kepada Febri untuk berhati-hati.
Sampai di sekolah, aku menemukan mereka si jahat bergerombol melihatkan aku dan Febri dengan sinis. Entah, mungkin matanya kelilipan. Namun entah kenapa aku masih manaruh rasa curiga sama mereka. Benar rasa curigaku, temanku yang bernama Yuni memberitahukanku tentang rencana-rencana jahat mereka ke depan kepadaku.
Mau tahu kelanjutannya? Buka kembali michaeldavidj.blogspot.com pada hari Sabtu, 6 Agustus pukul 7 malam. See you!
0 Komentar
*Dengan ngasih komentar, artinya kamu setuju sama peraturan (TOS) blog ini loh ya :D.