Dunia berubah. Nggak, bukan dunia yang berubah. Mungkin iya, tapi cara berpikir gue berubah. Makin tua, gue makin paham bahwa semua cara berpikir gue yang dulu gue pake gak sepenuhnya bener.
Pertama, gak semua orang itu baik, even itu keluarga, teman, sahabat, bahkan orang-orang yang berada di dalam kelompok atau komunitas baik-baik--contohnya orang-orang yang ada di komunitas keagamaan. Ini membuat kepercayaan gue terhadap orang-orang di sekitar gue berkurang. Maksudnya, gue ga mau terlalu percaya sama orang lain, except diri gue sendiri.
Kedua, gak semua orang bisa dengan cara gue. Gue belajar gak semua orang harus nurut dan ngikut dengan cara kerja gue. Kadang ketidakcocok-ketidakcocokan dalam semua kerjasama itu yang membuat kita cocok. Atau, lebih tepatnya, gimana cara kita aja supaya ketidakcocok-ketidakcocokan itu jadi sebuah kecocokan. Bukan menyamakan persepsi, tapi menghubungkan persepsi.
Ketiga, gue sekarang paham kalo sebenernya bukan kondisi yang di luar yang memengaruhi mood gue, tapi gue sendiri. Gue belajar, sebenernya bahagia itu pilihan. Keadaan bisa dan boleh tidak sesuai harapan, tapi kalo respon gue bener, maka everything will be ok.
Keempat, gue belajar kalo ga selalu gue harus nurutin kemauan orang lain, dengan kata lain, gue harus bisa belajar buat nolak. Iya, gue orangnya itu ga bisa'an, alias ga bisa nolak. Diminta bantuan ini, gue oke. Diminta bantuan itu, gue oke, sampe gue capek sendiri. Sekarang gue paham sampai di mana batas kemampuan gue ngeladenin permintaan bantuan orang lain, dan kalo sudah sampe bates itu, gue harus bisa nolak.
Kelima, gue belajar untuk buat konten di internet, baik itu di IG, FB, dan terutama di blog ini, gue ga harus selalu ngikutin "keinginan pasar". Akan ada saatnya gue pengen ngebuat konten yang sesuai sama keinginan gue, dan bukan keinginan audience. Bukannya apa, tapi media ini kan pada dasarnya punya gue, bukan punya umum.
Keenam, gue belajar keputusan yang tergesa-gesa itu ga baik. Banyak hal yang unexpected saat gue membuat keputusan tanpa dipikir panjang. Dan, gue juga belajar, mendiskusikannya dengan orang lain kadang diperlukan--terutama orang tua, khususnya yang menyangkut dengan masa depan. Gue paham, kalo kedua orang tua gue punya pengalaman yang jauh-jauh-jauh lebih banyak dari gue, so gue harus dengerin omongan mereka.
Ketujuh, gue belajar kalo kadang menyerah itu perlu. Setiap orang yang masih wajar dan normal pasti punya batasnya masing-masing, termasuk gue, dan ga baik jika maksa'in diri untuk di atas batas. Well, sometimes gue juga kudu nyoba untuk melewati batas itu, tapi kalo emang ga bisa, menyerah itu ga masalah. At least I try.
Kedelapan, gue sekarang paham, ngebangun koneksi itu penting banget--and being friendly to others is very important--even it's in an online world. Ya, manusia ga bisa hidup sendiri, di dunia nyata maupun di dunia maya. Membangun hubungan dengan orang lain yang awalnya gue ga kenal di internet jadi sebuah keuntungan buat gue karena gue bisa nemu'in lebih banyak temen. Tentu, bukan temen yang bisa dipercaya seratus persen, tapi setidaknya koneksi gue ga itu-itu aja.
Kesembilan, gue harus bisa belajar lebih buat nge-kontrol buka-tutup telinga gue. Maksudnya, ga semua omongan orang lain harus gue dengerin. Ada saatnya gue harus dengerin omongan orang lain, tapi ada saatnya juga gue harus tutup telinga rapet-rapet buat omongan mereka. Kadang, kenyamanan diri gue sendiri harus gue dahulu'in daripada omongan orang lain. Bukannya egois, tapi gue gak mau itu jadi beban buat diri gue.
Kesepuluh, gue belajar kalo makan Ind*mie itu cukup 1 porsi, jangan 2 porsi. Asli, bikin perut eneg *jan serius-serius napa aokwokwkowkow :v.
6 Komentar
Wah terima kasih Masbro.. Pagi2 saya dapat pencerahan eski di atas nulisnya untuk penulis sendiri, tapi bisa beraku untuk semua..
BalasHapussaya juga terkadang berpikiran seperti itu, kalo dipikir pikir terus yg ada otak makin meledak. bawa santai aja
BalasHapusTerima kasih atas pencerahannya kawan ??? Benar juga masuk telinga kanan keluar telinga kiri , intinya ya harus bisa tahan mental dan fisik agar tak mudah drob. Kadang orang diluar sana hanya bisa menjudgement kita tanpa tahu perjuangan diri kita sendiri seperti apa.
BalasHapusyang nomor 10 vid...makan ibdomie sebungkus ku terasa kyrang tapi klo 2 bungkus nda kuat hahahhaha
BalasHapusya begitulah...seiring bertambahnya usia, pola pikir pun mengikuti...walau kadang sifat kekanak kanakan muncul tapi bedanya lebih bisa mengontrol diri jadi memang koentjinya ada di diri sendiri ya :D
paling setuju bagian kita ga bisa hidup sendiri karena kita mahluk sosial...jadi ya tetep butuh berhubungan atau berinteraksi dengan orang lain...kecuali kalau mau idup sendirian di hutan xixixii
Setuju semuaaaa. Emang yah semakin bertambahnya umur, circle pertemanan yang bener-bener bisa disebut 'teman' juga semakin menciut.
BalasHapusSaya suka...👍
BalasHapus*Dengan ngasih komentar, artinya kamu setuju sama peraturan (TOS) blog ini loh ya :D.