Gue akan ulangi semua cerita, agar kalian tidak bingung alur ceritanya.
- - -
PART 1: PERKENALAN DAN PERKEMAHAN
“Ah, lupakan! Lupakan! Ku sudah tak tahan dengan semua itu! Ku ingin lepas darimu! Lepas dari segala jeratmu! Lepaskan, lepaskan!” Jeritku saat malam yang kelabu itu. Bayang-bayangmu selalu menghantuiku dulu. Namun sekarang ku telah lepas. Merdeka!
Aku bertemu seorang gadis yang cantik menawan bak badai menggelegar kemarin. Ya, aku sangat tertarik dengannya. Rambut hitam lurus dambaanku. Timbul rasa cinta pada pandangan pertama saat itu. Masa-masa ini yang membuatku berbunga-bunga. Aku berusaha mendekati dia. Namun aku selalu tak berhasil. Dia selalu terpengaruh oleh gosip-gosip di luar sana tentang kejelekanku. Cuma mau kasih tau, aku memang sudah jelek di mata teman-teman karena kejadian dulu. Teman-temanku memang sudah membenci aku sejak lama, karena aku dianggap anak yang sombong dan dengki, padahal tidak.
Jadi, dulu aku pernah mendapatkan nilai ujian terbaik di kelas. Satu kelas selain aku mendapatkan nilai di bawah standar. Bukan bermaksud menyombongkan diri, aku merasa ujian pada saat itu sangat mudah. Teman-temanku pun menuduh aku mencontek dengan melihat sebuah pucuk kertas kecil hasil print-out yang berisi jawaban. Aku difitnah sebegitu kejamnya. Mungkin karena aku adalah anak yang “susah untuk membela diri”, akhirnya aku meng-iya-kan saja tuduhan mereka, dan akhirnya aku mendapatkan akibat dari kebodohanku.
Pagi yang cerah ini, aku ingin melanjutkan misi itu. Aku ingin mendekati si dia. Aku merasakan gimana itu the true love saat kumenatap dia. Aku merasakan perasaan cinta yang berbeda dari yang dulu. Beda sekali. Jantung ini berdetuk kencang bak ikut marathon. Aku tak mengerti mengapa ini bisa terjadi.
Waktu istirahat, aku berusaha untuk ngobrol dengan dia. Dia hanya menjawab “ya” dan “hmm”. Mungkin dia masih malu-malu denganku. Aku sadari aku tak setampan dengan mereka yang gonta-ganti pacar setiap saat. Aku hanyalah anak culun yang mengharapkan cinta darinya. Kemudian, aku makan bareng dengan dia di kantin. Saat ku tanya, jawaban dia sama. “Ya” dan “hmm”.
Sampai suatu saat, aku mendengarkan rencana jahat dari anak-anak yang membencinya. Mereka ingin membuat dia menderita seharian. Aku nguping setiap pembicaraan mereka. Mereka ingin menjebak si dia dengan mengajak si dia ke toilet, dan mulai menyakiti si dia. Aku berusaha untuk menggagalkan rencana itu dengan cara apapun. Ku tak peduli jika aku yang malah tersakiti, yang penting si dia baik-baik saja. Mereka ingin melancarkan perbuatan kejam mereka pada saat perkemahan yang wajib diikuti oleh setiap siswa dan siswi di sekolah. Aku pun mencari kontaknya, namun aku tak menemukannya.
Sampai pada hari pertama perkemahan, aku was-was. Aku secara diam-diam mengikuti gerak-gerik mereka dan nguping pembicaraan mereka secara diam-diam. Ternyata, mereka akan melancarkan aksi mereka pada hari kedua alias besok. APA?! Aku terkejut dalam hati. Aku pun memulai memikirkan dengan keras supaya bagaimana si dia tidak terjebak dengan jebakan yang dilakukan oleh orang-orang kejam itu. Akhirnya, aku mempunyai sebuah ide yang mudah-mudahan berhasil.
Hari kedua, aku berusaha untuk selalu mendekati dia sepanjang hari, supaya dia tidak bertemu dengan mereka yang kejam itu. Ada satu teman baikku yang membantuku mengawasi gerak-gerik anak-anak itu. Aku sudah mulai merasakan dia resah denganku. Dia mulai cemberut dan bete. Namun aku tetap bersama dia sepanjang hari karena aku sayang. Aku sayang dia.
Sampai pada malam tiba, aku tetap berusaha untuk tidak tidur dan terus mengawasi dia dari luar tempat dia tidur. Aku merasakan hal yang janggal pada malam itu karena aku merasakan ada salah satu dari segerombolan mereka yang jahat itu ada di sekelilingku. Ternyata benar. Aku melihat ada seorang berada di depan kamar mandi yang agak jauh dan memberikan aba-aba dari teleponnya. Aku segera bersembunyi. Lalu aku melihat si dia dengan salah satu orang lagi dari mereka yang jahat yang sepertinya berpura-pura meminta si dia untuk menemaninya ke toilet. Aku berpikir dengan keras, dan aku melihat seperti controller untuk arus aliran listrik. Aku pun segera mencabut semua kabel yang ada di sana agar semua lampu mati sekejap sehingga mereka tidak tau jalan untuk menuju ke toilet. Merekapun tersesat. Ini menjadi tugasku untuk bertanggung jawab.
Kebetulan aku membawa sebuah senter kecil. Akupun mencari mereka dan menemukan mereka. Mereka terlihat pucat karena telah menangis cukup lama. Akupun mengantarnya mereka ke tempat tidur masing-masing. Aku sengaja tidak melewati toilet karena jika aku melewati toilet, aku akan ketahuan dengan salah satu dari anggota mereka yang berjaga di toilet. Ah, biarkan saja yang di toilet. Akan kusambungkan kembali kabel-kabel tersebut besok pagi saja.
“Pagi!” Sapaku pada salah satu anak yang telah bangun dari tidurnya. Secara diam-diam aku segera menuju ke tempat di mana power source listrik yang kemarin aku cabut semua kabel-kabelnya. Aku mulai menyambungkan semua kabel-kabel itu dan hulala. Listrik menyala. Setelah itu aku langsung menuju ke ruang makan. Namun, aku tak sengaja mendengarkan pembicaraan mereka yang jahat itu di saat perjalanan.
PART 2: NIAT JAHAT KEDUA
Mereka membicarakan tentang kecurigaannya terhadap seseorang akan kejadian malam itu. Aku ya masa bodo aja. Yang penting dia selamat dan tak terganggu oleh mereka yang jahat itu. Satu alasanku, karena aku sayang dia.
Setelah itu aku bergegas mengambil sepiring nasi dan semangkok sup ayam super lezat buatan teman-temanku perempuan yang memang ditugaskan untuk memasak di pagi hari. Aku sengaja mengambil tempat duduk dekat mereka yang jahat, mungkin mereka membicarakan tentang niat-niat jahat selanjutnya. Aku bergegas duduk, dan segera makan. Sambil makan, aku mendengarkan semua pembicaraan mereka dan dugaanku benar. Mereka merencanakan kalau saat pulang perkemahan ini mereka akan menjahili si dia sampai tertinggal di perkemahan. Bagaimanapun caranya.
Aku berfikir, setelah sarapan ini outbond, setelah outbond ini kembali pulang. Berarti sebentar lagi mereka akan melancarkan aksi mereka. Aku harus tetap bersama si dia, bagaimanapun caranya.
"Dor! Hayo kenapa kok ngelamun?"
Aku terkejut karena teman baikku Febrian telah mengagetkanku. Dia adalah seseorang yang ceria, lucu, dan penjaga rahasia yang baik. Aku menceritakan semuanya kepadanya dan aku menawari dia untuk membantu aku. Dia menyetujui dan dia dengan rela membantuku dengan apa saja yang ia bisa. Aku sangat senang dan bersyukur punya sahabat seperti Febrian, atau sering aku panggil dia dengan nama "Febri".
Setelah aku selesai sarapan, aku meletakkan piring dan mangkokku ke tempat piring-piring kotor. Habis itu aku coba mendekati si dia yang duduk di sebelah sana dan menyendiri. Dia hanya tersenyum-senyum kecil saat aku mengajak dia bicara. Ya, begitulah. Aku akan terus berusaha sampai si dia mau menerima aku.
Saat outbond, aku sengaja melarikan diri untuk mengawasi si dia dari mereka yang jahat. Sebenernya sih aku agak takut dengan kakak-kakak pembina sih. Kalo aku sampe ketahuan, matilah aku. Bisa-bisa aku dihukum di depan teman-teman satu sekolah. Malu lah aku.
Tapi untungnya ga ketahuan~
Setelah itu aku bergegas menuju tempat tidurku dan bersiap diri untuk pulang. Ada salah satu temanku yang bertanya,
"Loh, tadi kamu ke mana? Aku kok ga liat?"
"Mungkin memang kebetulan aja kamu ga liat aku."
Aku bersiap-siap, mengemasi semua barangku, dan aku bergegas menyelundup ke tempat di mana anak-anak perempuan di sana. Aku menuju ke sana, dan mengejutkan. Aku tidak menemukan si dia. Aku hanya menemukan mereka yang jahat. Pikirku, di mana si dia itu?
Aku mencari-cari si dia, tetapi hasilnya nol. Aku tidak menemukan si dia. Aku pun berfikiran untuk keluar dari tempat perkemahan itu untuk mencari dia. Ya, meskipun dengan resiko aku tersesat. Tapi, aku harus menemukan si dia! Secepatnya!
Aku pun keluar dengan sembunyi-sembunyi, mencarinya di sekitar hutan, dan aku menemukannya di belakang pohon yang besar dan dia sedang menangis. Aku pun bertanya mengapa dia menangis. Dia menjawab kalau dia selalu dikucilkan dan dipojokkan. Aku hanya menceritakan bagaimana keadaanku sekarang yang hampir sama dengan dia.
"Gini, aku juga orangnya banyak dibenci sama orang-orang. Banyak yang menuduhku melakukan yang aneh-aneh. Tapi, aku percaya. Suatu saat waktu yang akan membuktikan. Percayalah."
Diapun berhenti menangis, dan sejak saat itu aku dan si dia akrab. Ya, walaupun hanya sebatas teman.
Setelah itu aku membawanya kemlai menuju ke tempat perkemahan dan aku tetap mengawasinya dari jauh, nanti kalau terjadi apa-apa gimana? Ternyata persembunyianku diketahui oleh Febrian.
"Loh, hayo... ngapain ngintip-ngintip di tempatnya perempuan..."
"Ssssttttt... masa kamu lupa sih yang tadi aku omongin? Aku lagi mantau si dia!"
"Oh ya, ya. Hehe, sorry aku lupa. Sini, aku bisa bantu apa?"
"Hmm... kamu bantu apa ya enaknya? Kamu bantu aku ngawasin dari sana, kalo mereka buat perkara, kamu bantu aku eksekusi si dia, oke?"
"Oke bro."
Febri cepat-cepat menuju ke arah sana untuk membantu mengawasiku. Sialnya, persembunyian Febri diketahui oleh pembina. Otomatis persembunyianku juga terbongkar. Untungnya sih aku sama si Febri ga dihukum. Selamat.
Tak lama kemudian aku mendengar jeritan si dia dari kejauhan. Tanpa berlama-lama aku menarik tangan si Febri dan segera mencari si dia. Aku menuju ke tempatnya para anak-anak perempuan, tapi aku tidak menemukannya. Si dia menjerit untuk kedua kalinya, aku tambah kebingungan. Aku mencari ke toilet, aku tidak menemukan si dia. Aku bergegas menuju ke ruang makan dan aku mendapati si dia berada di toilet yang berada di ruang makan itu. Aku menemukan si dia diikat di WC dengan mulut di lakban. Mungkin aku terlalu lama sampai mulutnya sudah di lakban. Aku melepaskan lakban dari mulutnya, dan aku beserta Febri berusaha melepaskan tali yang menjerat si dia. Sial! Talinya diikat mati! Untung sih, Febri bisa membuka talinya. Aku hanya bertanya pada Febri,
"Wih, keren. Berguru dari mana bro?"
"Kamu lupa ya? Aku kan anak pramuka."
"Oh ya, ya."
Aku, Febri, dan si dia hampir ketinggalan bus karena kejadian itu. Mereka yang jahat itu dengan sinis memandang kita bertiga. Mereka menaruh rasa benci kepada aku dan Febri dan sepertinya mereka merencanakan rencana buruk kepada kita berdua. Aku hanya mengatakan kepada Febri untuk berhati-hati.
Sampai di sekolah, aku menemukan mereka si jahat bergerombol melihatkan aku dan Febri dengan sinis. Entah, mungkin matanya kelilipan. Namun entah kenapa aku masih manaruh rasa curiga sama mereka. Benar rasa curigaku, temanku yang bernama Yuni memberitahukanku tentang rencana-rencana jahat mereka ke depan kepadaku.
Aku menceritakan semuanya kepada Febri termasuk tentang kehadiran pria misterius tersebut. Aku menceritakan kepadanya bahwa pria tersebut hanya menggunakan topeng joker dengan jaket dan celana hitam. Tingginya se-Febri, ya sekitar 160 cm kurang lebih. Febri hanya terdiam dan diapun mulai bingung tentang apa yang aku ceritakan. Dia kebingungan tentang siapa pria misterius tersebut. Kami menduga-duga, itu adalah Dani, musuh kami berdua.
Tapi untungnya ga ketahuan~
Setelah itu aku bergegas menuju tempat tidurku dan bersiap diri untuk pulang. Ada salah satu temanku yang bertanya,
"Loh, tadi kamu ke mana? Aku kok ga liat?"
"Mungkin memang kebetulan aja kamu ga liat aku."
Aku bersiap-siap, mengemasi semua barangku, dan aku bergegas menyelundup ke tempat di mana anak-anak perempuan di sana. Aku menuju ke sana, dan mengejutkan. Aku tidak menemukan si dia. Aku hanya menemukan mereka yang jahat. Pikirku, di mana si dia itu?
Aku mencari-cari si dia, tetapi hasilnya nol. Aku tidak menemukan si dia. Aku pun berfikiran untuk keluar dari tempat perkemahan itu untuk mencari dia. Ya, meskipun dengan resiko aku tersesat. Tapi, aku harus menemukan si dia! Secepatnya!
Aku pun keluar dengan sembunyi-sembunyi, mencarinya di sekitar hutan, dan aku menemukannya di belakang pohon yang besar dan dia sedang menangis. Aku pun bertanya mengapa dia menangis. Dia menjawab kalau dia selalu dikucilkan dan dipojokkan. Aku hanya menceritakan bagaimana keadaanku sekarang yang hampir sama dengan dia.
"Gini, aku juga orangnya banyak dibenci sama orang-orang. Banyak yang menuduhku melakukan yang aneh-aneh. Tapi, aku percaya. Suatu saat waktu yang akan membuktikan. Percayalah."
Diapun berhenti menangis, dan sejak saat itu aku dan si dia akrab. Ya, walaupun hanya sebatas teman.
Setelah itu aku membawanya kemlai menuju ke tempat perkemahan dan aku tetap mengawasinya dari jauh, nanti kalau terjadi apa-apa gimana? Ternyata persembunyianku diketahui oleh Febrian.
"Loh, hayo... ngapain ngintip-ngintip di tempatnya perempuan..."
"Ssssttttt... masa kamu lupa sih yang tadi aku omongin? Aku lagi mantau si dia!"
"Oh ya, ya. Hehe, sorry aku lupa. Sini, aku bisa bantu apa?"
"Hmm... kamu bantu apa ya enaknya? Kamu bantu aku ngawasin dari sana, kalo mereka buat perkara, kamu bantu aku eksekusi si dia, oke?"
"Oke bro."
Febri cepat-cepat menuju ke arah sana untuk membantu mengawasiku. Sialnya, persembunyian Febri diketahui oleh pembina. Otomatis persembunyianku juga terbongkar. Untungnya sih aku sama si Febri ga dihukum. Selamat.
Tak lama kemudian aku mendengar jeritan si dia dari kejauhan. Tanpa berlama-lama aku menarik tangan si Febri dan segera mencari si dia. Aku menuju ke tempatnya para anak-anak perempuan, tapi aku tidak menemukannya. Si dia menjerit untuk kedua kalinya, aku tambah kebingungan. Aku mencari ke toilet, aku tidak menemukan si dia. Aku bergegas menuju ke ruang makan dan aku mendapati si dia berada di toilet yang berada di ruang makan itu. Aku menemukan si dia diikat di WC dengan mulut di lakban. Mungkin aku terlalu lama sampai mulutnya sudah di lakban. Aku melepaskan lakban dari mulutnya, dan aku beserta Febri berusaha melepaskan tali yang menjerat si dia. Sial! Talinya diikat mati! Untung sih, Febri bisa membuka talinya. Aku hanya bertanya pada Febri,
"Wih, keren. Berguru dari mana bro?"
"Kamu lupa ya? Aku kan anak pramuka."
"Oh ya, ya."
Aku, Febri, dan si dia hampir ketinggalan bus karena kejadian itu. Mereka yang jahat itu dengan sinis memandang kita bertiga. Mereka menaruh rasa benci kepada aku dan Febri dan sepertinya mereka merencanakan rencana buruk kepada kita berdua. Aku hanya mengatakan kepada Febri untuk berhati-hati.
Sampai di sekolah, aku menemukan mereka si jahat bergerombol melihatkan aku dan Febri dengan sinis. Entah, mungkin matanya kelilipan. Namun entah kenapa aku masih manaruh rasa curiga sama mereka. Benar rasa curigaku, temanku yang bernama Yuni memberitahukanku tentang rencana-rencana jahat mereka ke depan kepadaku.
PART 3: TERBONGKAR TAPI TERJEBAK
Yuni membocorkan sesuatu padaku. Jadi, Yuni bercerita kepadaku seperti ini.
Mereka yang jahat itu telah meluapkan emosinya kepada Yuni. Mereka menceritakan semua niat-niat jahat mereka kepada Febri, si dia, dan aku. Tak heran sih, mereka menceritakan semuanya itu kepada Yuni. Yuni kan sahabat baik mereka yang jahat, tapi Yuni tidak ikut-ikutan niat jahat mereka. Satu lagi teman yang mendukungku.
Rencana mereka yang pertama adalah kepada si dia. Mereka ingin menjebak si dia besok di kamar mandi perempuan. Aku rasa ini merupakan niat jahat mereka yang hampir mirip dengan niat jahat mereka saat di perkemahan. Karena di sekolah, aku tak bisa menggunakan caraku yang aku gunakan waktu perkemahan. Ya udah, aku hanya mengikuti si dia, tapi aku tidak memberitahukan semuanya itu kepada si dia. Aku takut si dia malah tidak mau sekolah dan malah ketakutan di sekolah. Aku hanya menjauhkan si dia dari toilet. Ya, karena aku tidak terus mengawasinya setiap waktu, si dia akhirnya pergi ke toilet juga. Aku menemukan si dia sedang diikat di WC dan mulutnya dilakban dengan keadaan pintu yang sedang terbuka. Mungkin karena keadaan waktu itu terlalu sepi, jadi tidak ada yang melihat si dia. Aku berusaha untuk menolongnya, tetapi aku malah yang kena. Aku ditendang oleh sesosok pria misterius ke dalam kamar mandi tersebut dan aku segera dikunci olehnya. Akupun terjebak dengan si dia dalam satu kamar mandi. Aku agak kebingungan saat itu. Untung sih suasana udah sepi. Aku hanya menenangkan si dia dan aku harus tetap mengawasi keadaan di luar toilet hanya dengan teriakan dan indra pendengaran.
Aku menunggu sekitar 30 menit. Aku mendengar suara Febri yang sepertinya ingin pergi ke toilet. Ya, toilet laki-laki dan perempuan memang bersebelahan. Aku berteriak memanggil Febri, dan syukurlah Febri mendengar suaraku. Febri segera mencari pertolongan karena Febri tidak berani untuk membobol pintu kamar mandi sekolah. Alhasil pengurus tamanlah yang membebaskan kami. Kami sangat berterima kasih kepada Pak Jono, pengurus taman di sekolah kami.
Aku menceritakan semuanya kepada Febri termasuk tentang kehadiran pria misterius tersebut. Aku menceritakan kepadanya bahwa pria tersebut hanya menggunakan topeng joker dengan jaket dan celana hitam. Tingginya se-Febri, ya sekitar 160 cm kurang lebih. Febri hanya terdiam dan diapun mulai bingung tentang apa yang aku ceritakan. Dia kebingungan tentang siapa pria misterius tersebut. Kami menduga-duga, itu adalah Dani, musuh kami berdua.
Keesokan harinya aku jadi lebih berwaspada. Aku melihat Yuni sedang berbincang-bincang dengan mereka yang jahat dengan wajah agak sinis. Aku pun cepat menjauh dan bersembunyi. Aku malah curiga dengan Yuni. Jangan-jangan Yuni malah juga bersekongkol dengan mereka yang jahat. Wah, kalau memang benar Yuni seperti itu, aku cuma punya Febri. Itu aja.
Saat jam istirahat, aku pergi ke kantin, dan aku menemukan si dia sedang makan bersama Febri. Tampaknya mereka membicarakan sesuatu yang kelihatannya serius. Aku beli makanan dulu. Aku membeli semangkuk mie ayam super maknyus buatan Bu Ami. Ya... Bu Ami adalah pembuat mie ayam paling enak yang pernah kurasakan. Ga heran sih, Bu Ami sudah menggeluti profesinya sebagai penjual mie ayam sejak dia muda, ya sekitar umur 20-an. Jadi Bu Ami meneruskan usaha orang tuanya.
Aku bergabung dengan pembicaraan mereka. Ternyata mereka sedang membicarakan tentang ujian Fisika yang baru saja selesai. Yah, hampir aja.
Setelah selesai makan dan setelah mereka selesai berbincang, aku menunggu sampai tempat agak sepi, dan ingin berbicara dengan Febri. Aku cuma mau membicarakan tentang apa yang aku lihat waktu tadi pagi
"Feb, aku mau ngomong sesuatu."
"Ngomong apa?"
"Tentang kejadian tadi pagi, Feb."
"Kejadian apa?"
"Jadi gini, tadi pagi aku ngelihat si Yuni ngomong-ngomong sama mereka itu dengan wajah agak sinis. Nah, aku malah curiga si Yuni bersekongkol dengan mereka."
"Terus, terus?"
"Ya udah. Kita kudu ngapain ini?"
"Ya, salah satunya cara adalah tidak mempercayai omongannya si Yuni seratus persen."
"Gitu ya?"
"Yoi."
Setelah pembicaraan itu, kita berdua berpencar.
Tak lama kemudian, aku menemukan si Dani sedang berbincang-bincang dengan Yuni. Kira-kira apa ya yang mereka bicarakan? Aku patut curiga.
Aku curiga dengan wajah-wajah mereka. Entah kenapa firasatku berkata bahwa hari itu akan menjadi hari terburuk dalam sejarah kehidupanku terlebih si dia. Terkadang firasatku itu benar. Contohnya saja waktu Febri makan mie ayam di pinggir jalan bersama aku. Waktu itu aku bilang sama dia untuk tidak makan di sana. Tapi Febri tetap memaksaku untuk makan bersama di sana. Ya udah, aku ngikut aja meskipun dengan perasaan was-was. Benar firasatku, ada mobil ugal-ugalan yang hampir aja nabrak rombong mie ayam itu. Untung kita berdua langsung lari dan tidak menjadi korban dari peristiwa itu.
Tak ingin berlama-lama, aku segera menuju ke kelas dan menjaga diri. Kebetulan si dia belum datang. Aku berfikiran bahwa ini adalah hari terakhirnya di dunia. Entah kenapa. Aku berusaha untuk menghapus semua pikiran-pikiran jelek itu. Aku tak ingin dia "pergi" di tangan mereka. Aku menceritakan firasatku pada Febri dan Dani. Mereka hanya terdiam dan tidak bisa menjawab apapun.
Dani hanya memberitahukanku satu peringatan untuk diriku, jagalah diri. Aku awalnya tak mengerti maksud Dani. Namun, setelah Dani meninggalkan aku dan Febri, aku bertanya pada Febri atas pernyataan Dani. Febri hanya menjawabku seperti ini,
"Kamu tau, Dani itu juga punya firasat yang kuat akan sesuatu, sama seperti kamu. Bahkan melebihi kamu. So, jangan anggap remeh peringatannya."
Aku terkejut di dalam hati. Aku baru tau kalau Dani punya kelebihan sama seperti aku, bahkan lebih dari aku. Aku berpikir, dan berpikir. Apa jangan-jangan maksud Dani... ah, ga mungkin! Aku hanya berusaha untuk berpikiran positif dan tetap berusaha menjaga diriku baik-baik.
Pada waktu jam istirahat, kurang lebih sekitar jam setengah 10 pagi, aku menjaga si dia dari jauh. Tak luput pula aku menjaga diriku dengan memantau sekelilingku. Si dia nampak ceria, tak seperti di hari-hari sebelumnya. Aku hanya bisa tersenyum akan senyumnya itu.
Sampai pada pulang sekolah, salah satu dari mereka yang jahat menarik tangan si dia dan pergi menuju ke tempat penghabisan si dia. Aku segera berlarian bersama Febri dan Dani yang saat itu melihat kejadian itu. Tapi, entah kenapa sampai pada pertengahan perjalanan, kami tersesat. Memang si dia dibawa oleh mereka yang jahat di tempat yang sangat-amat terpencil dan tidak pernah kami jangkau. Kami berusaha menggunakan Google Maps, sialnya signal handphone kami hancur. Kami hanya mengandalkan ilmu kira-kira seperti yang diajarkan guru matematika kami yang agak "sesat" =)).
Kurang lebih 2 jam kami mencari, akhirnya kami bertemu dengan mereka yang jahat. Aku melihat dengan mata kepalaku sendiri kalau si dia diikat di sebuah pohon yang cukup besar, dipotong rambutnya sampai habis, dan mengalami memar di sekujur badan dengan cukup hebat. Si dia merintih kesakitan karena ulah mereka yang jahat. AKU BENCI MEREKA!
Aku, Febri, dan Dani melawan mereka dengan seluruh tenaga yang kami punya. Apa daya, kami bertiga berhasil takluk di tangan mereka yang jahat. Kami bertiga diikat bersama si dia. Tiba-tiba, aku melihat Yuni mendekat ke kami dengan muka sinis penuh misteri. Yuni mengatakan ini padaku.
"Memang, cinta itu membutakan!"
"Yun! Kamu ngapain ikut-ikut sama mereka? Bukankah kamu itu sahabat kami?" (Aku)
"HAHAHA! Manusia bodoh! Aku bukanlah sahabat kalian. Akulah orang yang paling membeci kalian berempat!"
"Tega kamu Yun." (Febri)
Aku mengatakan demikian untuk mengelabui si Yuni. Namun, Yuni mengatakan ini padaku.
"Ah! Kalian semua itu juga pada pembohong! Aku sudah tau, sejak awal kamu pasti membenciku kan?"
"Aku memang membencimu, karena sikapmu pada dia! AKU BENCI KAMU! SAMPAI KAPANPUN AKU TIDAK AKAN MEMAAFKANMU!"
Emosi itu seakan luap dari hatiku. Aku sudah gregetan sama mereka. Ternyata, selama ini Yuni lah yang mendalangi kejadian ini.
"Asal kalian tau, aku memendam perasaan benci pada Merry! Dulu aku pernah dimaluin di depan orang banyak karena dulu aku adalah manusia terculun di dunia. Sejak saat itu, aku memutuskan untuk membenci Merry! Selamanya akan aku benci Merry!"
Karena perkataan Yuni, aku baru mengerti kalau nama si dia adalah Merry. Nama yang bagus.
"Sejak kalian ikut campur untuk melindungi Merry, aku ikut memendam benci pada kalian. Kalian selalu ingin menggagalkan misiku. Dan, untuk kali ini, aku tidak akan gagal. Merry akan tewas di tanganku!"
Hatiku hancur seketika. Tak lama kemudian, mereka meninggalkan kami sendirian di tempat itu. Entah untuk apa. Kami berusaha untuk melepaskan jeratan tali yang mengikat kami dengan kuat. Entah dengan apa, Febri bisa melepaskan kami dari tali itu. Sialnya, Merry tidak terlepas talinya. Kami diikat dengan tali yang berbeda. Namun, karena talinya diikat dengan sangat kuat, kami tidak bisa melepaskan talinya. Sampai mereka yang jahat datang kembali dengan teman mereka yang juga sekaligus musuh kami, Yudi, Angga, dan Rafi. Mereka membawa sebuah pisau yang lumayan tajam. Kami berusaha untuk melawan dengan apapun yang kami punya, seperti bela diri, silat, dan pukul-memukul. Aku akan berusaha untuk menjaga dan melindungi Merry, agar Merry tidak mengalami kejadian buruk apapun. BAGAIMANAPUN CARANYA!
Saat jam istirahat, aku pergi ke kantin, dan aku menemukan si dia sedang makan bersama Febri. Tampaknya mereka membicarakan sesuatu yang kelihatannya serius. Aku beli makanan dulu. Aku membeli semangkuk mie ayam super maknyus buatan Bu Ami. Ya... Bu Ami adalah pembuat mie ayam paling enak yang pernah kurasakan. Ga heran sih, Bu Ami sudah menggeluti profesinya sebagai penjual mie ayam sejak dia muda, ya sekitar umur 20-an. Jadi Bu Ami meneruskan usaha orang tuanya.
Aku bergabung dengan pembicaraan mereka. Ternyata mereka sedang membicarakan tentang ujian Fisika yang baru saja selesai. Yah, hampir aja.
Setelah selesai makan dan setelah mereka selesai berbincang, aku menunggu sampai tempat agak sepi, dan ingin berbicara dengan Febri. Aku cuma mau membicarakan tentang apa yang aku lihat waktu tadi pagi
"Feb, aku mau ngomong sesuatu."
"Ngomong apa?"
"Tentang kejadian tadi pagi, Feb."
"Kejadian apa?"
"Jadi gini, tadi pagi aku ngelihat si Yuni ngomong-ngomong sama mereka itu dengan wajah agak sinis. Nah, aku malah curiga si Yuni bersekongkol dengan mereka."
"Terus, terus?"
"Ya udah. Kita kudu ngapain ini?"
"Ya, salah satunya cara adalah tidak mempercayai omongannya si Yuni seratus persen."
"Gitu ya?"
"Yoi."
Setelah pembicaraan itu, kita berdua berpencar.
Tak lama kemudian, aku menemukan si Dani sedang berbincang-bincang dengan Yuni. Kira-kira apa ya yang mereka bicarakan? Aku patut curiga.
PART 4: DANI DAN YUNI
Setelah Yuni agak jauh dan menunggu waktu yang tepat, aku mendekati Dani dan bertanya kepada Dani tentang pembicaraannya dengan Yuni. Dani menceritakan semuanya kepadaku. Dani mengatakan bahwa Yuni mengungkapkan kebenciannya kepadaku, dan Dani berada di pihakku. Aku mulai jadi bingung. Aku pikir-pikir... cerita ini kayak sinetron 5 musim ya. Hahaha.
Jadi, Yuni mengatakan segala unek-uneknya kepada Dani. Yuni ternyata baik hanya di depanku dan buruk di belakangku. Munafik. Baik, aku punya satu lagi temanku yang membantuku untuk mendapatkan si dia. Aku berharap Dani tidak munafik seperti Yuni. Jadi, bisa aku bilang Yuni adalah salah satu dari mereka yang jahat.
Intinya, Dani hanya mengatakan kepadaku untuk lebih berhati-hati. Okelah, aku akan lebih berhati-hati dan menjaga si dia. Ya, ya, ya.
Keesokan harinya tepatnya pagi hari pukul 05.50, aku tidak menemukan si dia di sekolah. Aku pula tidak menemukan mereka yang jahat di sekolah. Tiba-tiba aku ditarik Dani dengan keras dan dia segera mengajakku untuk segera pergi ke jalan dekat rumah si dia. Dani memberitahuku bahwa si dia sekarang dalam keadaan bahaya. Mereka yang jahat akan menyiksanya dengan hebat di sana.
Sesudah sampai di sana, aku bisa bernafas lega karena si dia masih baik-baik saja. Dia berjalan dengan santai saat itu. Aku dan Dani membujuk si dia untuk berangkat sekolah bersama kami. Meskipun dia agak malu-malu dan risih saat aku dan Dani menawarinya, akhirnya dia mau untuk berangkat sekolah bersama kami. Yang pasti kami memilih jalan lain yang pastinya agak jauh dari sekolah. Kami hampir saja terlambat. Syukurlah masih bisa masuk.
Hari itu mereka yang jahat semuanya tidak masuk sekolah, terkecuali Yuni. Yuni memang masih akrab denganku, tapi aku mulai menjaga jarak dengannya. Aku berusaha untuk menjauhinya, dia malah selalu mendekatiku. Semakin kumenjauhi dia, semakin dia mendekatiku. Kayak magnet gitu.
Saat jam pulang sekolah, aku menawari si dia untuk pulang bersamaku. Aku mengajak Febri untuk menemani aku dan si dia. Si dia ga mau, alasannya takut ngerepotin. Yaudah, aku langsung aja cari si Dani dan memohon si dia untuk mengantarkannya kembali ke rumahnya. Aku juga bilang kepada Dani kalau Febri juga ikut menemani. Bujuk demi bujuk, akhirnya si dia mau pulang bersama Dani dan Febri. Hah, aku lega. Aku juga mengikuti mereka dari jauh. Nanti kalau ada apa-apa, gimana?
Keesokan harinya lagi, aku melihat kembali mereka yang jahat di pagi hari yang indah itu dengan muka sumringah. Kenapa ya mereka?
PART 5: KISAH KELAM MASA LALU
Tak ingin berlama-lama, aku segera menuju ke kelas dan menjaga diri. Kebetulan si dia belum datang. Aku berfikiran bahwa ini adalah hari terakhirnya di dunia. Entah kenapa. Aku berusaha untuk menghapus semua pikiran-pikiran jelek itu. Aku tak ingin dia "pergi" di tangan mereka. Aku menceritakan firasatku pada Febri dan Dani. Mereka hanya terdiam dan tidak bisa menjawab apapun.
Dani hanya memberitahukanku satu peringatan untuk diriku, jagalah diri. Aku awalnya tak mengerti maksud Dani. Namun, setelah Dani meninggalkan aku dan Febri, aku bertanya pada Febri atas pernyataan Dani. Febri hanya menjawabku seperti ini,
"Kamu tau, Dani itu juga punya firasat yang kuat akan sesuatu, sama seperti kamu. Bahkan melebihi kamu. So, jangan anggap remeh peringatannya."
Aku terkejut di dalam hati. Aku baru tau kalau Dani punya kelebihan sama seperti aku, bahkan lebih dari aku. Aku berpikir, dan berpikir. Apa jangan-jangan maksud Dani... ah, ga mungkin! Aku hanya berusaha untuk berpikiran positif dan tetap berusaha menjaga diriku baik-baik.
Pada waktu jam istirahat, kurang lebih sekitar jam setengah 10 pagi, aku menjaga si dia dari jauh. Tak luput pula aku menjaga diriku dengan memantau sekelilingku. Si dia nampak ceria, tak seperti di hari-hari sebelumnya. Aku hanya bisa tersenyum akan senyumnya itu.
Sampai pada pulang sekolah, salah satu dari mereka yang jahat menarik tangan si dia dan pergi menuju ke tempat penghabisan si dia. Aku segera berlarian bersama Febri dan Dani yang saat itu melihat kejadian itu. Tapi, entah kenapa sampai pada pertengahan perjalanan, kami tersesat. Memang si dia dibawa oleh mereka yang jahat di tempat yang sangat-amat terpencil dan tidak pernah kami jangkau. Kami berusaha menggunakan Google Maps, sialnya signal handphone kami hancur. Kami hanya mengandalkan ilmu kira-kira seperti yang diajarkan guru matematika kami yang agak "sesat" =)).
Kurang lebih 2 jam kami mencari, akhirnya kami bertemu dengan mereka yang jahat. Aku melihat dengan mata kepalaku sendiri kalau si dia diikat di sebuah pohon yang cukup besar, dipotong rambutnya sampai habis, dan mengalami memar di sekujur badan dengan cukup hebat. Si dia merintih kesakitan karena ulah mereka yang jahat. AKU BENCI MEREKA!
Aku, Febri, dan Dani melawan mereka dengan seluruh tenaga yang kami punya. Apa daya, kami bertiga berhasil takluk di tangan mereka yang jahat. Kami bertiga diikat bersama si dia. Tiba-tiba, aku melihat Yuni mendekat ke kami dengan muka sinis penuh misteri. Yuni mengatakan ini padaku.
"Memang, cinta itu membutakan!"
"Yun! Kamu ngapain ikut-ikut sama mereka? Bukankah kamu itu sahabat kami?" (Aku)
"HAHAHA! Manusia bodoh! Aku bukanlah sahabat kalian. Akulah orang yang paling membeci kalian berempat!"
"Tega kamu Yun." (Febri)
Aku mengatakan demikian untuk mengelabui si Yuni. Namun, Yuni mengatakan ini padaku.
"Ah! Kalian semua itu juga pada pembohong! Aku sudah tau, sejak awal kamu pasti membenciku kan?"
"Aku memang membencimu, karena sikapmu pada dia! AKU BENCI KAMU! SAMPAI KAPANPUN AKU TIDAK AKAN MEMAAFKANMU!"
Emosi itu seakan luap dari hatiku. Aku sudah gregetan sama mereka. Ternyata, selama ini Yuni lah yang mendalangi kejadian ini.
"Asal kalian tau, aku memendam perasaan benci pada Merry! Dulu aku pernah dimaluin di depan orang banyak karena dulu aku adalah manusia terculun di dunia. Sejak saat itu, aku memutuskan untuk membenci Merry! Selamanya akan aku benci Merry!"
Karena perkataan Yuni, aku baru mengerti kalau nama si dia adalah Merry. Nama yang bagus.
"Sejak kalian ikut campur untuk melindungi Merry, aku ikut memendam benci pada kalian. Kalian selalu ingin menggagalkan misiku. Dan, untuk kali ini, aku tidak akan gagal. Merry akan tewas di tanganku!"
Hatiku hancur seketika. Tak lama kemudian, mereka meninggalkan kami sendirian di tempat itu. Entah untuk apa. Kami berusaha untuk melepaskan jeratan tali yang mengikat kami dengan kuat. Entah dengan apa, Febri bisa melepaskan kami dari tali itu. Sialnya, Merry tidak terlepas talinya. Kami diikat dengan tali yang berbeda. Namun, karena talinya diikat dengan sangat kuat, kami tidak bisa melepaskan talinya. Sampai mereka yang jahat datang kembali dengan teman mereka yang juga sekaligus musuh kami, Yudi, Angga, dan Rafi. Mereka membawa sebuah pisau yang lumayan tajam. Kami berusaha untuk melawan dengan apapun yang kami punya, seperti bela diri, silat, dan pukul-memukul. Aku akan berusaha untuk menjaga dan melindungi Merry, agar Merry tidak mengalami kejadian buruk apapun. BAGAIMANAPUN CARANYA!
PART 6: HILANG
Kami sudah mengeluarkan segala tenaga kami. Kami tak akan pantang menyerah. Aku rela kehilangan nyawaku demi Merry. Aku rela kehilangan semuanya demi Merry.
Lima menit kemudian, datang 7 teman kami yang mendengar tentang kejadian ini. Mereka adalah Fredy, Hendra, Judah, Budi, Vino, dan Wendy. Mereka semua membantu kami melawan mereka dengan segala kekuatannya. Beberapa dari kami berdarah-darah karena pisau yang Yuni dan teman-temannya bawa, termasuk aku. Aku tergores di bagian tangan sebelah kanan, betis sebelah kiri, dan jari telunjuk tangan sebelah kanan. Aku sangat merasa kesakitan, tapi aku harus semangat. Aku tidak boleh berhenti sampai mereka berhenti!
Mengejutkan, salah satu temanku yaitu Vino tertusuk di bagian perut. Karena keterbatasan kami, Vino meninggal dunia. Aku sangat sedih, sekaligus marah. Vino adalah salah satu teman baikku yang selalu ada kalau aku membutuhkannya. Aku tidak bisa terus larut dalam kesedihan. Aku harus terus menyerang!
Karena kami ingin mengalihkan perhatian musuh, aku dan teman-temanku yang lain berlarian ke arah yang tidak teratur. Sementara itu, Merry ketakutan luar biasa melihat jenazah Vino yang terbaring kaku di depan matanya. Aku hanya bisa bersembunyi untuk melihat keadaannya di sana. Sialnya, di belakangku sudah ada Angga. Untung Angga tidak membawa senjata apapun. Tapi, dia memiliki ilmu bela diri yang cukup lumayan. Aku jadi takut.
Angga mengatakan ini padaku,
"Mau baikkan, atau mati?"
"Wowowo... biasa aja ngomongnya bisa?"
"Lu tu yang ga bisa biasa. Lu udah ngganggu kelompok kita. Dan sekarang, rasakan akibatnya!"
Aku spontan langsung berlari sekencang dan sejauh mungkin. Tapi, fisikku tidak bisa melakukan hal itu. Aku tetap tertangkap Angga. Aku hanya diikat di sebuah pohon yang jauh dari tempat Merry diikat, dan mulutku diberi perban hitam. Aku tak bisa apa-apa.
"Have a nice day, bro."
Sementara itu, aku memikirkan keadaan Merry dan teman-temanku yang lain.
THE FINALE: AKHIR
Aku hanya bisa menunggu dan mengharapkan pertolongan datang. Di kala sesak nafas yang melanda, aku berusaha melepaskan diriku. Aku menunggu selama kurang lebih 1 jam sampai Febri datang menemuiku dan melepaskanku. Badanku lemas sekali, aku hanya bisa duduk dan termenung. Tak lama setelah aku dilepaskan oleh Febri, aku diceritakan pingsan. Aku tersedar setelah pipiku ditampar dengan sangat keras oleh Febri. Ya, sakit sih. Waktu itu juga Febri tidak membawa apa-apa, seperti minyak kayu putih, atau apapun itu.
Mataku buram setelah aku sadar dari pingsanku. Aku hanya bisa melihat wajah Febri yang berusaha membangunkanku. Wajahnya penuh dengan goresan benda tajam. Aku pun terkejut. Aku langsung teringat akan keadaan Merry. Aku spontan langsung berlari dan mencari Merry.
Sampai ditujuan, Merry tidak ada. Banyak sekali polisi dan medis yang ada di sana. Ternyata, mereka yang jahat telah ditangkap polisi dan sekarang telah berurusan dengan polisi--terkait dengan pembunuhan. Ini pasti kejadian Vino yang meninggal dunia. Namun, aku bingung. Di mana Merry sekarang. Aku tanya kepada Febri, tapi Febri tidak menjawabku. Aku bingung. Aku tanya bertanya pula pada Judah yang saat itu ada di situ, namun Judah tidak menjawabku pula. Aku semakin bingung.
Teman-temanku yang lain sudah dilarikan di rumah sakit terdekat. Aku hanya diberi perban dan obat-obatan oleh medis yang ada di tempat. Syukur, aku tidak suka dan tidak akan pernah ingin ke rumah sakit. Sungguh.
Suntik. OH, SUNTIK! Sungguh mengerikan~
Tiba-tiba, Budi mengajak dan sekaligus memaksaku untuk segera menuju ke rumah sakit. Budi menginformasikan bahwa Merry sedang dalam keadaan kritis di sana. Aku diantar dengan Budi menuju ke rumah sakit menggunakan sepedanya. Aku hanya bisa berharap agar tidak ada hal-hal mengerikan apapun yang menimpa Merry.
Sampai di sana, aku segera menuju ke depan ruang operasi. Aku melihat kedua orang tuanya yang menunggu dengan segala cemas dan kepanikan di sana. Aku hanya bisa berdoa dan berharap akan keajaiban.
Lima-belas-menit kemudian, dokter menghadap ke kedua orang tua Merry dengan muka penuh penyesalan. Merry telah tiada. Hatiku hancur seketika. Aku harus tegar, aku harus kuat. Aku hanya bisa menyesal dan menahan rasa perih di hati. Aku tidak tau harus berkata apa. Aku hanya bisa menahan isak tangis.
Dokter mengatakan saat di ruang operasi, kondisi jantung Merry melemah-melemah-dan melemah. Ternyata, Merry memiliki riwayat penyakit jantung. Merry tidak boleh dalam keadaan tertekan dan sebagainya.
Selamat jalan, Merry. Aku yakin, suatu saat kita akan bertemu kembali di kehidupan yang abadi.
Mataku buram setelah aku sadar dari pingsanku. Aku hanya bisa melihat wajah Febri yang berusaha membangunkanku. Wajahnya penuh dengan goresan benda tajam. Aku pun terkejut. Aku langsung teringat akan keadaan Merry. Aku spontan langsung berlari dan mencari Merry.
Sampai ditujuan, Merry tidak ada. Banyak sekali polisi dan medis yang ada di sana. Ternyata, mereka yang jahat telah ditangkap polisi dan sekarang telah berurusan dengan polisi--terkait dengan pembunuhan. Ini pasti kejadian Vino yang meninggal dunia. Namun, aku bingung. Di mana Merry sekarang. Aku tanya kepada Febri, tapi Febri tidak menjawabku. Aku bingung. Aku tanya bertanya pula pada Judah yang saat itu ada di situ, namun Judah tidak menjawabku pula. Aku semakin bingung.
Teman-temanku yang lain sudah dilarikan di rumah sakit terdekat. Aku hanya diberi perban dan obat-obatan oleh medis yang ada di tempat. Syukur, aku tidak suka dan tidak akan pernah ingin ke rumah sakit. Sungguh.
Suntik. OH, SUNTIK! Sungguh mengerikan~
Tiba-tiba, Budi mengajak dan sekaligus memaksaku untuk segera menuju ke rumah sakit. Budi menginformasikan bahwa Merry sedang dalam keadaan kritis di sana. Aku diantar dengan Budi menuju ke rumah sakit menggunakan sepedanya. Aku hanya bisa berharap agar tidak ada hal-hal mengerikan apapun yang menimpa Merry.
Sampai di sana, aku segera menuju ke depan ruang operasi. Aku melihat kedua orang tuanya yang menunggu dengan segala cemas dan kepanikan di sana. Aku hanya bisa berdoa dan berharap akan keajaiban.
Lima-belas-menit kemudian, dokter menghadap ke kedua orang tua Merry dengan muka penuh penyesalan. Merry telah tiada. Hatiku hancur seketika. Aku harus tegar, aku harus kuat. Aku hanya bisa menyesal dan menahan rasa perih di hati. Aku tidak tau harus berkata apa. Aku hanya bisa menahan isak tangis.
Dokter mengatakan saat di ruang operasi, kondisi jantung Merry melemah-melemah-dan melemah. Ternyata, Merry memiliki riwayat penyakit jantung. Merry tidak boleh dalam keadaan tertekan dan sebagainya.
Selamat jalan, Merry. Aku yakin, suatu saat kita akan bertemu kembali di kehidupan yang abadi.
Tiada yang lebih indah. Tiada yang lebih rindu. Selain hatiku. Andai engkau tahu. - Dee Lestari (Rectroverso)
0 Komentar
*Dengan ngasih komentar, artinya kamu setuju sama peraturan (TOS) blog ini loh ya :D.